- Hermina Jatinegara<\/a><\/li>
- 25 November 2021<\/li><\/ul><\/div>
Kuning pada Neonatus<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, kuning atau ikterus neonatorum pada neonatus (bayi usia di bawah 1 bulan) merupakan suatu kondisi yang umum terjadi. Sebanyak 50% bayi aterm dan 80% bayi prematur akan mengalami kuning dalam hari-hari awal kelahirannya. Kondisi ini sebabkan oleh tingginya kadar bilirubin dalam darah. Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dl disebut dengan hiperbilirubinemia \n\n Ikterus neonatorum dapat merupakan sebuah proses normal ataupun abnormal. Hiperbilirubinemia yang terjadi antara usia 24 jam – 2 minggu seringkali merupakan kondisi fisiologis (normal). Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan kadar bilirubin indirek akibat pemecahan sel darah merah bayi, belum sempurnanya proses konjugasi di hati bayi serta penyerapan kembali bilirubin indirek di saluran cerna bayi. Sedangkan hiperbilirubinemia yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran ataupun setelah usia 14 hari pada umumnya merupakan kondisi abnormal yang harus mendapatkan evaluasi medis dan tatalaksana segera. \n\n Hiperbilirubinemia yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran bisa disebabkan oleh inkompatibilitas ABO dan resus, dimana golongan darah ibu O yang menghasilkan anti-A dan anti-B sedangkan golongan darah bayi bukan O, sehingga anti-A dan anti-B tersebut menghancurkan sel darah merah bayi. Selain inkompatibilitas, terdapat berbagai kelainan lain yang harus dievaluasi oleh dokter. Penyebab lain antara lain defisiensi G6PD, hemoglobiopati, dan beberapa jenis sindrom. Kondisi ini harus didiskusikan dengan dokter anak. \n\n Hiperbilirbunemia fisiologis dapat berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Kedua kondisi ini berbeda secara etiologi. Breastfeeding jaundice disebabkan oleh kurangnya asupan ASI. Apabila kadar bilirubin masih dalam batas aman, tidak perlu diberikan terapi, hanya dengan mengoptimalkan pemberian ASI kondisi hiperbilirubinemia akan mengalami perbaikan. Berbeda dengan BFJ, BMJ timbul akibat dari pemberian ASI tersebut. Penyebab pastinya belum diketahui namun diperkirakan akibat zat dalam ASI yang mengganggu sirkulasi enterohepatik bayi. Kuning muncul lebih lambat dan bisa bertahan hingga 12 minggu. Terdapat dua pendapat untuk tatalaksana BFJ. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP), tidak perlu dihentikan pemberian ASI. Namun demikian, pendapat lain menyatakan ASI dihentikan sementara 24-48 jam untuk memberikan kesempatan hati memproses bilirubin yang berlebihan tersebut. \n\n Apabila ikterik terus berlangsung hingga bayi berusia lebih dari 2 minggu atau bahkan 1 bulan, harus segera dibawa ke dokter untuk evaluasi penyebab abnormal. Kondisi yang sering menjadi penyebab ikterik patologis adalah infeksi neonatus dan atresia bilier. Tatalaksana infeksi segera secara tepat dan adekuat akan mengurangi kondisi ikterik bayi dan kondisi klinis bayi. Atresia bilier merupakan kondisi abnormal yang membutuhkan terapi pembedahan segera. Semakin cepat dilakukan intervensi maka akan semakin baik luaran bayi. \n\n Pemeriksaan kadar bilirubin sederhana non-invasif dapat dilakukan secara visual pada tempat yang terang. Ikterik akan mulai terlihat pada area wajauh dan menyebar ke bawah seiring dengan meningkatnya kadar bilirubin. Jika terlihat secara visual harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan bilirubin total serum (BTS) \n\n Secara normal, bilirubin akan dibuang melalui urin atau feses bayi. Oleh karena itu pemberian ASI atau cairan yang adekuat merupakan salah satu terapi pada anak dengan ikterus neonatorum. Namun demikian sebanyak 3%-5% dapat mengalami kenaikan bilirubin yang sangat tinggi dengan menyebabkan terjadinya kernikterus. Kernikterus adalah kerusakan otak akibat toksisitas bilirubin karena bilirubin dapat menembus sawar darah otak. Gejala berupa bayi tampak lemas, tidak mau minum, menangis melengking, dan tonus otot lemas. Kernikterus merupakan salah satu faktor risiko terjadinya palsi serebral pada anak. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi BTS jika bayi tampak kuning sampai ke perut bawah dan ekstremitas bawah. \n\n Terapi untuk ikterus neonatorum adalah terapi sinar menggunakan terapi sinar-biru, bukan dengan paparan sinar matahari. Terapi sinar biru dilakukan jika kadar BTS sudah melebih ambang batas keamanan untuk diobservasi di rumah. Nilai ambang batas aman BTS berbeda pada tiap kelompok umur dan faktor risiko bayi. Jika nilai BTS sangat tinggi dan bayi mengalami kernikterus terdapat kemungkinan untuk dilakukan transfusi tukar. Penilaian kebutuhan terapi sinar biru atau transfuse tukar dilakukan oleh dokter dan terapi ini dilakukan di rumah sakit dibawah pengawasan medis. Salam Sehat. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Samarinda<\/a><\/li>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
Bibir Sumbing: Gejala, Penyebab dan Pengobatannya<\/a><\/h3>
Bibir sumbing adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan adanya celah pada bibir. Celah tersebut dapat muncul di tengah, kanan, atau bagian kiri bibir. Bibir sumbing seringkali disertai dengan munculnya celah di langit-langit mulut yang sering disebut juga dengan langit sumbing. \n\n \n\n Bibir sumbing dan langit-langit sumbing terjadi karena tidak sempurnanya penyatuan jaringan pada bibir atau langit-langit mulut janin, sehingga terbentuk celah. Normalnya, proses penyatuan tersebut terjadi pada trisemester pertama kehamilan. \n\n \n\n \n\n Penyebab Bibir Sumbing \n\n \n\n Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan bibir sumbing dan langit-langit sumbing. Namun para ahli percaya bahwa kondisi ini terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan. \n\n \n\n Saat usia kehamilan mencapai 6 minggu, bibir atas dan atap rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk. Bibir dan rongga mulut terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi sampai bersatu di bagian tengah mulut. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau atap rongga mulut. \n\n \n\n Meski penyebab pasti dari bibir sumbing belum diketahui, para ahli menduga bahwa gabungan antara faktor genetik dan lingkungan ikut berpengaruh. Jika orangtua menderita bibir sumbing, risiko anak untuk memiliki kelainan ini akan semakin tinggi. \n\n \n\n Sementara itu, faktor lingkungan yang dapat memicu bibir sumbing pada bayi adalah gaya hidup ibu selama kehamilan. Misalnya karena efek samping obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu, merokok atau konsumsi minuman beralkohol selama hamil. Bahkan, kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini. \n\n \n\n \n\n Gejala Bibir Sumbing \n\n \n\n \n\n Selama di dalam kandungan, janin akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Pembentukan bibir terjadi saat usia kehamilan 4–7 minggu, sedangkan langit-langit mulut akan terbentuk di antara minggu ke-6 hingga ke-9. \n\n \n\n Jika terjadi gangguan penyatuan jaringan bibir atau langit-langit mulut pada tahap ini, maka akan terbentuk celah pada bibir dan atau langit-langit mulut. Kondisi inilah yang disebut dengan bibir sumbing atau langit-langit sumbing. \n\n \n\n Bibir sumbing dan langit-langit sumbing bisa dideteksi selama kehamilan atau saat bayi baru lahir. Umumnya, saat bayi mengalami langit-langit atau bibir sumbing, akan muncul gejala berupa: \n\n \n\n • Adanya celah di bibir bagian atas atau di langit-langit mulut yang bisa terjadi di salah satu sisi atau kedua sisi \n\n \n\n • Adanya celah yang terlihat seperti sobekan kecil dari bibir ke gusi atas dan langit-langit mulut hingga ke bawah hidung \n\n \n\n • Adanya celah pada langit-langit mulut yang tidak memengaruhi tampilan wajah \n\n \n\n • Adanya perubahan bentuk hidung akibat celah yang terbentuk di bibir atau langit-langit mulut \n\n \n\n • Adanya gangguan pertumbuhan gigi atau susunan gigi yang tidak teratur \n\n \n\n Bibir sumbing tidak selalu disertai dengan munculnya langit-langit sumbing, begitu pun sebaliknya. \n\n \n\n Selain yang dijelaskan di atas, ada juga jenis sumbing atau celah yang cukup jarang terjadi, yaitu sumbing submukosa. Sumbing jenis ini akan menyebabkan munculnya celah di bagian yang kurang terlihat. Biasanya, di bagian langit-langit mulut yang lunak dan ditutupi lapisan mulut. Jenis sumbing ini tidak terlihat saat lahir dan biasanya akan terdiagnosis saat muncul gejala berupa: \n\n \n\n • Sulit makan dan menyusui \n\n • Sulit menelan, bahkan makanan dan minuman bisa keluar lagi dari hidung \n\n • Suara sengau atau terdengar tidak jelas \n\n • Infeksi telinga kronis \n\n \n\n \n\n Kapan Harus ke Dokter? \n\n \n\n Ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokter. Dengan begitu, perkembangan janin dan kondisi ibu hamil dapat terus dipantau. \n\n \n\n Bibir sumbing biasanya akan terdeteksi oleh dokter saat bayibaru lahir. Jika anak Anda didiagnosis mengalami bibir sumbing, ikuti saran dan terapi yang diberikan oleh dokter, serta lakukan kontrol secara rutin. \n\n \n\n \n\n Diagnosis Bibir Sumbing \n\n \n\n Bibir sumbing bisa diketahui saat bayi lahir sampai 72 jam setelahnya. Saat bayi mengalami bibir sumbing, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan ibu dan keluarga, termasuk ada tidaknya riwayat mengonsumsi obat atau suplemen selama kehamilan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada wajah anak, termasuk mulut, hidung, dan langit-langit mulut. \n\n \n\n Selain bisa diketahui saat bayi lahir, bibir sumbing juga bisa terdeteksi selama kehamilan. Pemeriksaan USG kehamilan yang dilakukan pada minggu ke-18 hingga ke-21 biasanya akan menunjukkan adanya kelainan pada area wajah janin. \n\n \n\n Jika janin dicurigai mengalami kelainan pada wajah dan bibir, biasanya dokter akan menyarankan ibu hamil untuk menjalani prosedur Amniosintesis, yaitu tes yang dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban. Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui penyebab bibir sumbing. \n\n \n\n \n\n Pengobatan Bibir Sumbing \n\n \n\n Pengobatan bibir sumbing bertujuan untuk memperbaiki kemampuan makan dan minum anak, memaksimalkan kemampuan bicara dan mendengar, serta memperbaiki tampilan wajah. \n\n \n\n Bibir sumbing bisa ditangani dengan melakukan beberapa kali operasi. Hal ini tergantung pada luas dan lebar dari sumbing yang dialami oleh anak. Operasi pertama biasanya akan dilakukan saat bayi berusia 3 bulan. \n\n \n\n \n\n Tahapan Sebelum Operasi \n\n \n\n Sebelum operasi bibir sumbing, dokter akan melakukan persiapan dengan memasang alat khusus di bibir, mulut, atau hidung anak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil perbaikan bibir sumbing. Di bawah ini adalah beberapa alat yang digunakan oleh dokter sebelum operasi bibir sumbing: \n\n \n\n • Lip-taping regimen, yaitu sejenis alat yang digunakan untuk menyatukan atau mempersempit dua celah di bibir \n\n • Nasal elevator, yaitu alat yang digunakan agar celah tidak melebar sampai ke hidung dan membantu membentuk hidung bayi \n\n • Nasal-alveolar molding (NAM), yaitu alat seperti cetakan yang berfungsi untuk membantu membentuk jaringan bibir sebelum operasi \n\n \n\n \n\n Tahapan Operasi \n\n \n\n Operasi pertama adalah operasi bibir sumbing. Operasi ini bertujuan untuk memperbaiki bibir sumbing dan menutup celah bibir. Operasi ini dilakukan saat bayi berusia antara 3-6 bulan. Dokter akan membuat sayatan pada kedua sisi celahdan membuat lipatan jaringan yang kemudian disatukan dengan cara dijahit. \n\n \n\n Operasi kedua adalah operasi langit-langit sumbing. Operasi kedua ini bertujuan untuk menutup celah dan memperbaiki langit-langit mulut, mencegah penumpukan cairan di telinga tengah, serta membantu perkembangan gigi dan tulang wajah. \n\n \n\n Dokter akan membuat sayatan pada kedua sisi celah dan menata ulang posisi jaringan dan otot langit-langit mulut, kemudian dijahit. Operasi langit-langit sumbing disarankan untuk dilakukan pada saat bayi berusia 6–18 bulan. \n\n \n\n Setelah itu, operasi lanjutan untuk langit-langit sumbing dapat dilakukan pada usia 8–12 tahun. Operasi lanjutan dilakukan dengan mencangkok tulang untuk langit-langit agar mendukung struktur rahang atas dan artikulasi bicara. \n\n \n\n Jika anak mengalami gangguan pada telinga, akan dilakukan operasi ketiga. Operasi ketiga adalah operasi pemasangan tabung telinga. Untuk anak-anak dengan langit-langit sumbing, tabung telinga dipasang pada usia 6 bulan. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi risiko penurunan pendengaran dan dapat dilakukan bersamaan dengan operasi bibir sumbing atau operasi langit-langit sumbing. \n\n \n\n Operasi keempat adalah operasi untuk memperbaiki penampilan. Operasi tambahan ini mungkin diperlukan untuk memperbaiki penampilan mulut, bibir, dan hidung. Operasi ini dapat dilakukan saat anak menginjak usia remaja sampai menjelang dewasa. \n\n \n\n Setelah operasi, dokter akan tetap melakukan pemantauan dan pengobatan terhadap bibir sumbing. Pemantauan dan pengobatan ini disarankan terus dilakukan sampai anak berusia 21 tahun atau ketika pertumbuhan telah berhenti. \n\n \n\n \n\n Pengobatan Tambahan \n\n \n\n Selain operasi, dokter akan memberikan terapi atau pengobatan tambahan. Jenis pengobatan dan terapi yang dilakukan akan disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki oleh anak. Beberapa jenis terapi dan pengobatan tambahan yang bisa diberikan adalah: \n\n \n\n • Pengobatan untuk infeksi telinga \n\n • Pengobatan ortodontik, seperti pemasangan kawat gigi \n\n • Melakukan terapi bicara untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara \n\n • Memberikan alat bantu dengar untuk anak yang kehilangan pendengaran \n\n • Mengajarkan cara memberi anak makan atau menggunakan alat makan khusus \n\n \n\n Anak dengan bibir sumbing mungkin mengalami masalah dalam emosi, perilaku, dan kehidupan sosial karena penampilannya yang berbeda atau karena berbagai prosedur medis yang harus dilakukan secara berkala. Untuk mengatasinya, Anda bisa membawa anak untuk berkonsultasi dengan psikolog. \n\n \n\n \n\n Komplikasi Bibir Sumbing \n\n \n\n Beberapa komplikasi yang mungkin dapat dialami oleh bayi yang menderita bibir sumbing adalah: \n\n \n\n • Gangguan pendengaran \n\n • Gangguan pertumbuhan gigi \n\n • Kesulitan mengisap ASI \n\n • Kesulitan berbicara atau berkomunikasi nantinya \n\n \n\n \n\n Pencegahan Bibir Sumbing \n\n \n\n Bibir sumbing sulit dicegah karena penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun, ibu hamil dapat melakukan beberapa langkah berikut untuk menurunkan risiko terjadinya bibir sumbing pada janin: \n\n \n\n • Melakukan pemeriksaan genetik ke dokter jika ada anggota keluarga yang mengalami bibir sumbing \n\n • Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter \n\n • Menjalani gaya hidup sehat selama hamil, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang serta mengandung asam folat, menjaga berat badan sehingga tidak mengalami obesitas selama kehamilan, tidak merokok, serta tidak mengonsumsi minuman beralkohol \n\n • Tidak menggunakan obat atau suplemen secara sembarangan, tanpa anjuran dokter \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n \n\n Narasumber: dr. Andi Mohammad Ardan, SpBP-RE \n\n \n\n Surgery - (Reconstructive and Aesthetic Plastic Surgery) \n\n \n\n \n\n \n\n Untuk membuat janji silahkan klik link berikut ini: \n\n \n\n https://www.herminahospitals.com/doctors/dr-andi-mohammad-ardan-spbp-re \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Bogor<\/a><\/li>
- 05 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
Oto Accoustic Emission (OAE)<\/a><\/h3>
Oto Accoustic Emission (OAE) adalah screening atau tes pendengaran bayi baru lahir yang menangkap emisi pada koklea. Bila uji OAE menyatakan pass dan bayi tidak memiliki faktor risiko, maka kemudian bayi akan dilakukan diagnostik pendengaran lanjutan pada umur 1 hingga 3 tahun. Bila dari hasil OAE diketahui adanya tuli saraf, maka bayi tersebut harus segera dilakukan rehabilitasi pendengaran. \n\n Hal ini dilakukan sedini mungkin dengan menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) paling lambat umur 6 bulan atau melakukan implan koklea. Penyebab gangguan pendengaran bayi baru lahir sangat bervariasi, mulai dari infeksi Torchs pada masa hamil hingga riwayat keluarga dengan tuli saraf sejak lahir. Gangguan pendengaran pada bayi bisa juga disebabkan karena kelainan anatomi atau infeksi otak. \n\n \n\n Mengapa Butuh Tes Oto Accoustic Emission (OAE)? \n\n Gangguan pendengaran pada bayi dan anak sulit diketahui sejak awal. Gangguan pendengaran pada bayi dapat menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial dan emosional. Periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan dan terus berlanjut sampai usia 2 tahun. Tes pendengaran bayi baru lahir ini dilakukan setelah bayi lahir atau paling lambat 1 bulan setelah kelahiran. Hasil tes pendengaran dapat dijadikan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis gangguan pendengaran pada bayi umur 3 bulan. \n\n \n\n Apakah Tes Oto Accoustic Emission Membutuhkan Tindak Lanjut? \n\n Usai tes pendengaran pada bayi baru lahir dengan Oto Accoustic Emission (OAE) dan automated Brain Evoked Response Auditory (BERA), sebaiknya bayi umur 3 bulan dilakukan pemeriksaan lanjutan bila diperlukan seperti diagnosis pendengaran pada telinga luar dengan pemeriksaan otoskopi, telinga tengah dengan timpanometri, pemeriksaan ulang OAE untuk saraf telinga, serta pemeriksaan ulang BERA untuk saraf pusat pendengaran di otak. \n\n Bila semua hasil pemeriksaan menunjukkan nilai yang normal, maka akan dilakukan pemantauan perkembangan bicara pada bayi yang kemudian akan diteruskan dengan pemantauan fungsi pendengaran setiap 3 hingga 6 bulan sampai umur 3 tahun. Namun, bila hasilnya abnormal, maka sebaiknya dilanjutkan dengan pengecekkan BERA tone burst atau ASSR serta timpanometri high frequency. Jika diketahui terdapat tuli saraf, maka segera lakukan habilitasi pendengaran sedini mungkin dan sebaiknya pasang Alat Bantu Dengar (ABD) paling lambat umur 6 bulan atau lakukan implan koklea. \n\n \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Medan<\/a><\/li>
- 10 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
Peran Dokter Perinatologi <\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, dokter perinatologi merupakan seorang dokter spesialis anak yang mengambil pendidikan subspesialisasi dalam penanganan bayi baru lahir sampai berusia 28 hari dengan masalah kesehatan yang kritis, seperti lahir prematur, berat lahir rendah, cacat lahir, infeksi, susah bernapas,dan menstabilisasi bayi baru lahir yang memiliki masalah yang mengancam jiwa. \n\n Berikut ini adalah beberapa kondisi pada bayi prematur yang ditangani dokter anak ahli perinatologi: \n\n \n Gangguan pernapasan karena paru-paru yang belum terbentuk sempurna \n Gangguan sistem pencernaan yang menyebabkan bayi prematur belum bisa menerima ASI atau susu formula \n Hipotermia atau penurunan suhu tubuh secara drastis \n Hipoglikemia atau gula darah rendah \n Penyakit kuning karena organ hati yang belum berkembang sepenuhnya \n Infeksi bakteri atau virus karena sistem kekebalan tubuh yang belum mampu melakukan perlawanan \n \n\n \n\n Sementara itu, masalah kesehatan pada bayi cukup bulan yang ditangani dokter anak ahli perinatologi meliputi: \n\n \n Asfiksia perinatal yang membuat bayi rentan mengalami gangguan oksigen otak, kejang, gagal ginjal, atau gagal jantung \n Cacat bawaan, seperti cacat jantung, dan kelainan sistem pencernaan \n Infeksi, seperti pneumonia, meningitis, atau sepsis, yang didapat dari sebelum lahir atau sesaat setelah lahir \n Penyakit akibat kelainan genetik yang diturunkan \n Hiperbilirubin atau bayi kuning \n Cedera yang terjadi saat lahir atau setelah dilahirkan \n \n\n \n\n Umumnya dokter perinatologi akan bekerja di ruangan khusus yang disebut Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Adapun bantuan yang dapat diberikan kepada bayi sakit di ruangan ini dapat berupa: \n\n - Penggunaan inkubator \n\n Bayi yang lahir muda atau prematur memerlukan udara yang hangat. Karena itu, bayi prematur perlu dimasukkan ke inkubator untuk menjaganya tetap hangat dan nyaman, sehingga membantunya tumbuh dengan cepat. \n\n - CPAP dan Ventilator \n\n Mesin CPAP dan ventilator berfungsi menjaga kestabilan pernapasan bayi, terutama bayi dengan berat lahir rendah. \n\n - Terapi cahaya \n\n Sebagian bayi yang baru lahir mengalami penyakit kuning karena organ hati belum dapat menghilangkan kadar bilirubin. Sebagai upaya penyembuhan, dianjurkan untuk melakukan terapi cahaya. \n\n \n\n Kapan Anda Harus Menemui Dokter Anak Ahli Perinatologi? \n\n - Jika dokter kandungan mendeteksi bahwa bayi Anda mengalami kondisi yang akan membutuhkan perawatan intensif saat lahir nanti \n\n - Jika kehamilan Anda berisiko tinggi, misalnya karena Anda menderita diabetes, tekanan darah tinggi, atau memiliki riwayat memakai narkoba \n\n - Jika bayi yang baru Anda lahirkan mengalami kondisi di bawah ini: \n\n \n Sesak napas atau terlihat kesulitan bernapas \n Demam \n Kulit dan bagian putih mata menguning \n Berat badan tidak bertambah atau semakin menurun \n Jantung berdetak tidak normal \n Terlihat tidak kuat untuk menyusu atau minum susu formula \n \n\n \n\n Sahabat Hermina, tidak peru ragu untuk konsultasikan kesehatan kandungan Anda dengan dokter perinatologi agar kesehatan ibu dan bayi dapat dikontrol dengan baik hingga hari kelahiran dan tumbuh kembang bayi dapat sempurna. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>
<\/a><\/div>- Hermina Jatinegara<\/a><\/li>
- 09 November 2020<\/li><\/ul><\/div>
Deteksi Gangguan Pendengaran pada Bayi<\/a><\/h3>
Sahabat Hermina, kemampuan mendengar bagi bayi merupakan hal penting yang akan menunjang kemampuan belajarnya kelak. Untuk mengetahui apakah bayi memiliki gangguan pendengaran atau tidak, sebaiknya lakukan tes pendengaran sejak bayi lahir. Orangtua dianjurkan untuk melakukan tes tersebut sebelum membawa pulang bayi dari rumah sakit. \n\n Tes pendengaran pada bayi bertujuan untuk mendeteksi apakah bayi memiliki gangguan pendengaran, sehingga dapat ditentukan langkah penanganannya. Tes ini perlu dilakukan sedini mungkin, mengingat indra pendengaran berperan penting dalam menunjang kemampuan berkomunikasi serta tumbuh kembang bayi. \n\n Berdasarkan data WHO, 1 dari 1.000 kelahiran bayi di Indonesia mengalami gangguan pendengaran. Oleh karena itulah pentingnya untuk bisa mendeteksi dan memberikan penanganan yang tepat sejak dini. Sebagian besar bayi ini dilahirkan dalam keluarga tanpa riwayat kehilangan pendengaran permanen. Kehilangan pendengaran permanen dapat secara signifikan mempengaruhi perkembangan bayi. \n\n Mencari tahu lebih awal dapat memberi bayi-bayi ini kesempatan yang lebih baik untuk mengembangkan keterampilan bahasa, ucapan, dan komunikasi. Ini juga akan membantu mereka memanfaatkan hubungan dengan keluarga atau pengasuh mereka sejak usia dini. \n\n Tes pendengaran yang digunakan adalah Otoacoustic Emission (OAE). OAE adalah skrining pendengaran untuk menilai sela rambut yang terdapat di rumah siput (koklea). Tes yang menggunakan alat berbentuk headset ini dapat mengukur getaran suara dalam liang telinga. Secara sederhana, OAE bekerja sebagai stimulan juga receiver. Stimulus yang dipancarkan melalui headset tersebut kemudian ditangkap oleh sel rambut dengan sebelumnya telah terlebih dahulu menggetarkan gendang telinga dan melalui tulang pendengaran. Stimulus yang tertangkap oleh sel rambut ini kemudian menghasilkan getaran yang kembali ditangkap oleh receiver. Setelah getaran diterima oleh receiver, barulah dapat diputuskan mengenai baik atau tidaknya fungsi koklea berdasarkan perbedaan amplitudo yang telah diterima. \n\n Terdapat berbagai faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran, diantaranya adalah: \n\n \n Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan di Neonatus Intensive Care Unit (NICU) selama 48 jam atau lebih setelah kelahiran \n Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang menyebabkan tuli sensorineural atau konduktif \n Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang menetap sejak lahir \n Lahir belum cukup bulan atau pematur \n Berat badan lahir rendah (BB kurang dari 1500 gram) \n Skor APGAR yang berkisar dari 0-3 dan 4-10 dan hiperbilirubin \n Riwayat infeksi TORCH saat masa kehamilan \n Kelainan tulang wajah/ tengkorak \n \n\n \n\n Balita dengan salah satu faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan mengalami ketulian 10 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang tidak memilikinya. Bila terdapat tiga buah faktor risiko, kecenderungan menderita ketulian diperkirakan sampai 63 kali lipat lebih besar. Sedangkan, untuk bayi baru lahir, dan dirawat di ruang intensif (NICU) akan berisiko mengalami ketulian sebesar 10 kali lipat bayi normal. \n\n Jika merasakan gejala gangguan pendengaran pada Si Kecil, segera periksakan ke dokter spesialis di rumah sakit terdekat. Dokter akan melakukan serangkaian tes dan pemeriksaan pendengaran untuk mengetahui apa penyebab spesifik atas gangguan yang terjadi. \n<\/p><\/div><\/div><\/div>"); $('#div_next_link').html(" <\/span>");
- 09 November 2020<\/li><\/ul><\/div>
- 10 Februari 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 05 Maret 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 16 Mei 2021<\/li><\/ul><\/div>
- 25 November 2021<\/li><\/ul><\/div>