anak, sistem pencernaan

Sembelit pada Anak

Sembelit adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna yang tercermin dari berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja lebih keras, lebih besar dan nyeri dibandingkan sebelumnya serta pada perabaan perut teraba massa tinja (skibala).

Sebab utama sembelit fungsional sebenarnya adalah adanya riwayat trauma sebelumnya saat berhajat, bisa karena nyeri karena tinja yang keras, atau karena toilet fobia yaitu ketakutan ke toilet akibat toilet yang jorok, ada kecoa, bau, dan lain lain. Akibat trauma tersebut anak menahan tinjanya dan tidak mau berhajat. Karena ditahan tinja akan semakin keras karena air diserap oleh dinding usus, sehingga saat anak berusaha berhajat semakin terasa sakit, karena sakit semakin ditahan oleh si anak, sehingga keadaan tersebut menjadi seperti lingkaran setan. Lingkaran setan ini harus diputus dengan cara menghilangkan trauma pada anak tersebut, dan membuat kondisi supaya anak merasa nyaman saat berhajat, tidak sakit, tidak takut dan tidak menahan tinjanya.

Cara menangani sembelit yaitu pada tahap awal kita harus mengevakuasi tinja yang sudah menumpuk berhari-hari di dalam usus besarnya. Evakuasi biasanya dilakukan dengan cara klisma atau enema dengan gliserin yang dilakukan di rumah sakit. Bila tinja yang menumpuk tidak terlalu banyak, evakuasi juga bisa dilakukan dirumah dengan cara pemberian obat supositoria (obat yang dimasukkan lewat anus). Tahap kedua adalah pengobatan rumatan dilakukan dengan cara memberikan cairan yang cukup paling tidak 1 liter sehari, pemberian serat yang cukup, pijatan di perut searah dengan jarum jam untuk merangsang gerakan usus besar, toilet training serta obat pencahar yang aman diberikan jangka panjang. Berikanlah buah buahan selain pisang dan apel, berikanlah susu dengan takaran yang sesuai, sambil dilakukan massage diperut dengan minyak telon atau baby oil dari arah kanan bawah ke kanan atas dilanjutkan ke kiri atas lalu kiri bawah, secara rutin 15 kali sehari. Toilet training akan mengembangkan refleks gastrokolik dan selanjutnya akan membangkitkan refleks defekasi. Sebagian besar anak telah siap memulai toilet training pada usia 18 bulan hingga 3 tahun. Toilet training dilakukan dengan cara anak diminta duduk sebentar sekitar 3- 5 menit di toilet atau mainan yang berbentuk tolit, 15 menit setelah makan pagi atau siang. Pada awalnya anak tidak ditargetkan untuk berhajat saat toilet training, karena hal itu malah akan membuat stres si anak, yang penting adalah anak bisa duduk dulu sebentar, dan dilakukan secara teratur setiap hari. Tahap ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah mencari penyebab dari sembelit tersebut.

Sembelit yang timbul sejak lahir, disertai gejala perut yang kembung serta pertumbuhan bayi yang tidak baik harus dicurigai sebagai suatu kelainan yang disebut penyakit Hirsprung (kelainan bawaan).  Kelainan ini merupakan bawaan lahir yang terjadi saat pembentukan persarafan usus saat janin dalam kandungan dengan kemungkinan laki-laki lebih besar dari perempuan dengan perbandingan 4 : 1. Saraf usus besar di bagian paling ujung dekat anus tidak terbentuk, sehingga bagian tersebut akan menjadi kaku dan tidak dapat mengeluarkan tinja, sedangkan bagian atasnya akan bekerja lebih keras sehingga timbul pelebaran usus. Gejala yang khas untuk penyakit Hirsprung ini adalah adanya kesulitan berhajat sejak lahir, dan bila anusnya di colok maka tinja akan menyemprot keluar. Bila menghadapi gejala seperti ini orang tua harus membawa bayinya ke dokter anak untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut. Untuk membuktikan adanya kelainan ini biasanya dilakukan pemeriksaan biopsi hisap atau foto usus besar dengan menggunakan kontras yang disebut pemeriksaan barium enema. Bila terbukti penyakit Hircsprung maka harus dilakukan operasi dua tahap, tahap pertama dibuat saluran untuk keluarnya tinja (kolostomi), lalu setelah berat badan dan usia bayi telah optimal baru dilakukan operasi koreksi. Sampai saat ini belum dapat dibuktikan secara pasti apa penyebab kelainan bawaan ini. Infeksi Toxoplasma maupun infeksi virus lain serta kurangnya asupan nutrisi saat hamil tidak terbukti menjadi penyebab kelainan ini.

 

Categories