Self Harm Pada Remaja

Self Harm Pada Remaja

Saat memasuki masa remaja, seorang anak akan mengalami perubahan-perubahan yang tergolong cepat, termasuk perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian-pencapaiannya. Berbagai gejolak muncul bersamaan dengan perasaan ingin mandiri. Remaja ingin menunjukkan kapasitas diri dan melepaskan diri dari pandangan sebagai anak. Pada fase ini, remaja juga sedang berusaha mencapai salah satu tugas perkembangannya, yaitu pembentukan identitas diri. Dukungan dan pendampingan orang tua masih sangat diperlukan oleh para remaja dalam melalui fase ini.

 

Sebagian remaja saat menghadapi suatu permasalahan mampu menyelesaikannya dengan baik, namun sebagian lainnya ada yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Ketidakmampuan individu dalam menyelesaikan masalah dan menghadapi suatu permasalahan menyebabkan terjadinya stres dan tekanan yang menimbulkan emosi negatif dan afek negatif. Stres yang berdampak terhadap emosi negatif yang tidak terkendali dapat membuat individu melakukan perilaku yang dapat merugikan diri sendiri, seperti melukai diri sendiri, mengkonsumsi narkoba, minum-minuman beralkohol, penyimpangan sosial dan perilaku-perilaku negatif lainnya

 

Perilaku yang dapat merugikan diri sendiri disebut sebagai perilaku self-harm. Self harm adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu untuk mengatasi tekanan emosional atau rasa sakit secara emosional dengan cara menyakiti dan merugikan diri sendiri tanpa bermaksud untuk melakukan bunuh diri

 

Bagi orang yang melakukan self-harm, rasa sakit fisik akibat tindakan tersebut dianggap dapat mengurangi rasa sakit emosional yang tak tertahankan. 

Melukai diri sendiri seolah memberi ilusi bahwa ia berhasil bertahan menghadapi masalah dan mengendalikan hidupnya. 

Bentuk self-harm bisa bermacam-macam. Contohnya, menyayat bagian tubuh, menggigit dan memukul diri sendiri, membenturkan kepala ke dinding, mencabut rambut (trikotilomania), memasukkan benda ke tubuh, atau overdosis obat.

Pada dasarnya, terdapat beragam faktor yang dapat melatarbelakangi tindakan self-harm yang dilakukan remaja. Tak bisa dimungkiri, terdapat berbagai perubahan fisik dan emosional yang dialami saat fase remaja.

Ditambah lagi, terkadang ada juga tekanan eksternal seperti tuntutan akademis dan sosial yang muncul. Hal-hal tersebut cukup berisiko membuat anak remaja tertekan dan merasa stres berat.

Selain itu, adanya ketakutan, keputusasaan, dan rasa malu akan suatu hal juga dapat menjadi beberapa contoh emosi yang mungkin dapat membuat anak remaja menyakiti dirinya sendiri.

 

Ketika orang tua mendapati anaknya melakukan self-harm, tak jarang perasaan yang muncul adalah bingung bahkan merasa gagal dalam merawat anaknya.

Namun, bukan berarti Anda menyerah begitu saja bila anak remaja menyakiti diri sendiri demi mengurangi rasa stresnya. Berikanlah bantuan yang tepat, contohnya:

 

Ajak Anak Bercerita

Bila mengetahui anak melakukan self-harm, temani anak dan ajak bercerita. Tetapi, jangan paksa anak untuk cerita kalau ia belum mau, Oleh karena itu, paling utama adalah temani anak dan buat dirinya merasa nyaman dulu.

 

Jangan Salahkan Anak

Jangan menyalahkan anak atas tindakannya itu. Yang perlu Anda lakukan adalah mengedukasi anak mengenai cara yang lebih tepat untuk mengekspresikan emosi yang ia rasakan

 

Cari Akar Permasalahan

Cari tahu kira-kira apa yang menjadi akar permasalahan anak sampai melakukan self-harm. Ketahui hal-hal apa saja yang menjadi pemicu anak melukai dirinya sendiri.

Bila inti masalahnya diketahui, solusi dan penanganannya dapat dilakukan dengan lebih tepat.

 

Temui Ahli Profesional

Segera konsultasikan kondisi anak dengan ahli profesional untuk membantu anak keluar dari kebiasaan menyakiti diri sendiri dan mendapat cara penanganan stres yang tepat untuk dirinya. 

Mengatasi kebiasaan self-harm membutuhkan proses. Mungkin akan terdapat beberapa sesi treatment untuk melihat perbaikan dan perkembangan kondisi anak.

 

Itulah sejumlah informasi yang perlu Anda ketahui tentang self-harm. Sebaiknya jangan tunda untuk memeriksakan kondisi anak kepada ahli profesional seperti psikolog untuk menghindari hal lain yang lebih berbahaya.

Cookie membantu kami memberikan layanan kami. Dengan menggunakan layanan kami, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.